Oct 19, 2012

Merajalelakan Lele

KOMPAS/C ANTO SAPTOWALYONO
Rangga Umara di kantor pusat Lele Lela, Kalimalang, Jakarta, Selasa (18/9)


Usaha pecel lele dengan tampilan khas warung beratap terpal dan berselubung kain lebar bergambar lele, ayam, dan hiasan lainnya mudah dijumpai di pinggir jalan. Gampang pula mengira bahwa persaingan di bisnis kuliner berbahan ikan bersungut ini demikian ketat, terlebih bagi pemain baru.

Namun bagi Rangga Umara, karyawan di perusahaan developer, bisnis kuliner lele justru dia pilih pada Desember 2006. Usaha ini dipilih begitu dia merasa bahwa dikenai pemutusan hubungan kerja oleh perusahaannya tinggal menunggu giliran. Proyek yang jadi tulang punggung perusahaan memang tersendat, kredit dari bank pun belum cair.

Rangga pun memantapkan diri berwirausaha. Jenis usaha yang dipilih ditentukan oleh apa yang dia tulis pada tahun 1997 di sebuah buku kecil miliknya (belakangan diterbitkan), namanya Dream Book. Salah satu yang dia tulis di buku mungil tersebut adalah dia ingin punya restoran.

Bisnis berjualan masakan berbahan lele dipilih karena produk tersebut sudah dikenal luas. Menurut Rangga, pilihan terhadap produk seperti ini menguntungkan bagi pebisnis pemula seperti dirinya karena tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi untuk mengedukasi pasar. ”Saya sudah niatkan waktu itu, pecel lele harus naik derajatnya. Kalau bisa seperti KFC,” ujar Rangga, ditemui di kantor pusat Lele Lela di Kalimalang, Jakarta.

Dia namakan usahanya Lele Lela. Selain permainan rima yang enak didengar, lela juga bermakna lebih laku. Sebentuk doa berbalut sikap positif.

Dia mengawali usaha dari sebuah warung kontrakan di Pondok Kelapa, di lokasi yang menjorok ke dalam sehingga tidak banyak dilihat calon pembeli. Ukurannya 2 meter x 2 meter dengan uang sewa Rp 250.000 per bulan. Dia mendapat pelajaran berharga dari tempat lengang ini.

Akibat lokasi usaha tidak strategis, Rangga harus merugi pada bulan-bulan pertama usahanya. Omzet per hari terkadang hanya Rp 20.000 sehingga untuk membayar gaji karyawan pun dia terpaksa berutang.

Duka mengawali usaha tidak membuat dia putus asa. Rangga menyadari bahwa awalnya pun dia memulai usaha dengan modal terbatas. ”Seingat saya tidak sampai Rp 1 juta karena etalasenya second. Tabung gas juga dari orangtua,” tuturnya.

Menurut Rangga, dia kuat menahan fase berat itu karena terus berfokus pada peluang, bukan pada masalah. Dia pun berpikir mencari mitra yang memiliki lokasi strategis. Akibat keterbatasan modal, dia menggunakan strategi yang dia sebut Gerakan Warung Sepi, yakni mencari warung yang sepi tetapi lokasinya strategis.

”Menu pun terus dikembangkan, ada pecel lele, ayam bakar madu, dan lele goreng tepung. Cuma awalnya waktu itu belum ada fillet. Fillet itu bagian dari pengembangan inovasi produk,” katanya. Seiring dengan berkembangnya usaha, kini jumlah gerai Lele Lela mencapai 78 unit, tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, kecuali Sulawesi dan Papua. Ada gerai yang sistemnya waralaba, kemitraan, atau kepemilikan.

Usaha beromzet miliaran rupiah yang berawal dari gagasan Rangga tersebut mulai merambah Malaysia. ”Kemarin kami baru menandatangani nota kesepahaman dengan pebisnis dari Malaysia, November nanti buka. Rencananya akan dibuka 13 outlet di Malaysia sampai tahun 2014,” kata Rangga.

Usaha Lele Lela memiliki prosedur operasi standar untuk menjaga konsistensi mutu dan rasa produk yang dijual di sekian banyak gerai tersebut. Bahan baku lele yang dipakai adalah lele jenis sangkuriang dengan ukuran satu kilogram isi enam ekor.

Pertumbuhan jumlah gerai Lele Lela secara masif terjadi pada dua tahun terakhir karena tahapnya tinggal duplikasi dari gerai-gerai sebelumnya. Untuk mempertahankan tren pertumbuhan ini, Rangga menekankan pentingnya inovasi.

Inovasi harus dijadikan kebiasaan. Inovasi itu dilakukan di banyak hal, tidak hanya dari produk. Dari sisi produk, Lele Lela selama satu tahun mempunyai kalender menu.

Menu yang disukai pelanggan dipertahankan dan dipromosikan. Menu yang tidak laku diganti. Setiap tiga bulan ada penggantian menu baru. Ada bagian yang khusus meriset hal tersebut di Lele Lela. Ada pula inovasi pelayanan. ”Dulu bahkan pernah pengunjung yang datang kami anggap sebagai artis. Kami foto dan fotonya dipasang,” kata Rangga.

Pihaknya juga berikhtiar mengembangkan usaha dengan terus membangun kedekatan dengan pengunjung. Pengunjung yang kebetulan bernama Lela, misalnya, boleh makan gratis seumur hidup. Demikian pula terhadap pengunjung yang hari itu berulang tahun.

Pendekatan ini dilakukan agar pengunjung tidak merasa jenuh atau bosan di Lele Lela. Hingga kini, Rangga bersama Lele Lela yang buka usaha pukul 11.00-23.00 bersemangat untuk terus berinovasi agar usaha berkembang.

Semangat ini tergambar dari sapaan selamat pagi yang terus diserukan oleh para karyawan Lele Lela kepada setiap pengunjung gerai, baik yang datang pada pagi, siang, maupun malam hari.

0 comment:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...